Nilai Pembeda Guru Bersertifikasi

Pengakuan sebagai guru profesional dari pemerintah kepada para guru dibuktikan dengan penghargaan sebuah sertifikat pendidik. Bukan proses yang mudah mendapatkan sertifikat tersebut karena harus ditempuh melalui tes UKG lalu PLPG dan setelahnya dinyatakan lulus ujian PLPG. Keprofesionalan yang diakui pemerintah tersebut diharapkan guru memiliki kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian dan profesional. Bagi guru yang telah mendapatkan sertifikat tersebut oleh pemerintah diberikan tunjangan peningkatan profesi.

Saya masih ingat betul dulu saat pertama kali ada wacana diadakannya tunjangan tersebut. Tunjangan yang ada diharapkan mampu memfasilitasi guru penerima untuk lebih berkembang meningkatakan kompetensinya. Sangat disayangkan jika saya mendengar teman yang menyatakan bahwa uang TPP tersebut adalah uang tanpa keluar keringat. Maaf, kalau boleh saya berpendapat justru setelah menerima tunjangan tersebut guru harus mengeluarkan banyak keringat. Keringat yang keluar atas usahanya membuat media pembelajaran, karya tulis PTK, dan pelatihan-pelatihan untuk peningkatan kompetensinya.

Jika saja guru penerima tunjangan tersebut tidak ada perubahan dalam kinerjanya sebagai guru profesional maka tak ada bedanya dengan guru yang tidak menerima tunjangan tersebut bukan? Hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya kecemburuan sosial antar sesama guru terlebih yang saat ini sedang berjuang memperebutkan jumlah jam atau rombongan belajar yang terbatas di satu sekolah.

Pertentangan pasti terjadi manakala terjadi tarik ulur pembagian TUPOKSI. Antara guru yang bersertifikat dan sudah menerima tunjangan dengan guru yang belum. Secara kemampuan mungkin saja sama dalam hal kinerja, terlebih pada sekolah swasta. Sangat disayangkan jika muncul celetukan..."Kalau sudah dapat tunjangan kok ya diam saja ".

Celetukan ini sebenarnya cambuk bagi para guru bersertifikasi dan sudah menerima tunjangan untuk memiliki nilai pembeda dengan guru yang lain. Lalu ... jika sudah menerima tunjangan apakah harus bagi-bagi sebagian rezeki "tanpa keluar keringat" tersebut? Saya katakan itu sah-sah saja, tokh itu adalah hak Anda penerima tunjangan sertifikasi, tetapi ada sebuah konsekuensi logis yang mengiringi pencairan tunjangan tersebut.

Saya kira jika guru bersertifikasi dan sudah menerima tunjangan tersebut memiliki nilai pembeda, katakanlah ia mampu membuat sebuah Action Research, media pembelajaran atau ikut dalam sebuah pelatihan lalu ia mau membagi hasil pengalamannya tersebut kepada rekan lainnya, bukankah itu lebih bermanfaat. Dengan demikian kita yang mendapatkan tunjangan tersebut dapat membantu rekan-rekan lainnya untuk bisa meningkat keprofesionalannya. Syukur jika para guru penerima tunjangan ini membuat sebuah aliansi guru profesional lalu bersedia menjadi donatur untuk mengadakan sebuah pelatihan bagi guru-guru yang lain. Saya yakin jika demikian adanya tak banyak yang timbul rasa kecemburuan sosial "bagi-bagi harta" dan tujuan utama pencairan tunjangan tersebut tercapai. Seperti yang diungkapkan oleh sahabat saya Wijaya Kusuma," 
sebagai guru profesional semestinya kita malu bila belum berbuat banyak untuk org lain. hasil tunjangan sertifikasi yg saya dpt dari pemerintah, sebagian saya sumbangkan utk pelatihan guru agar mereka juga bisa tumbuh dan berkembang menjadi guru profesional
 Nilai pembeda guru bersertifikasi adalah ketika ia mampu selangkah lebih maju dari guru pada umumnya dan mampu memberikan manfaat bagi rekan sejawat. TETAP SEMANGAT DAN TERUS BERKARYA

Posting Komentar

1 Komentar